Tidak ada alasan bagi orang beriman untuk enggan bersedekah. Sebab, kendati
terasakan berat, bersedekah merupakan ciri paling kentara dari keimanan yang kuat. Untuk bersedekah, seseorang harus mampu mengalahkan perasaan owel (rasa kepemilikan) karena mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk
pihak lain. Jika tidak karena adanya keyakinan yang mantap atau harapan
keuntungan yang kekal di akhirat kelak, sungguh seseorang akan enggan
bersedekah.
Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan seperti shalat dan puasa. Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini tidak perlu
ada rasa bekorban kepemilikan, cukup dengan bekorban waktu selain
kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat sehingga
akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan puasa. Oleh
karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan puasa tetap
perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang bersangkutan masih
tetap enggan bersedekah.
Dalam
sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas bersedekah
seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal dan tiga hari
tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak dijual. Dengan
kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah menjualnya kepada
Abdurrahman bin Auf ra.
Tetapi,
begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera
Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi saw, ayahanda Fatimah,
pemilik awalnya. Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali ke
tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan tercatat
sebagai amalan sedekah.
Sungguh,
bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak saja ada
dalam tarikh terdahulu. Dalam kehidupan nyata di lingkungan kita pun
demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya melimpah,
kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan dijaga
keselamatannya oleh orang lain.
Agaknya
belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat miskin.
Sungguh dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat. Ibarat orang
mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya sedangkan bijinya
harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi pohon yang
berlipat-lipat buahnya.
Untuk
bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267), tidak juga
ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran penggunaannya (QS
2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi orangnya. Itu jika
bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan harta benda?
Hadis
Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga bersedekah
tanpa materi. Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan, berkata yang
baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang lain, bahkan
tersenyum pun bisa bermakna sedekah. Masihkah kita enggan bersedekah
setelah kita mengaku beriman sahih? Wallahu a'lam bish shawab (sumber:
republika.online.com)